“Mama, Mbak Rena
mana yah ..?” terdengar suara yang begitu khas menuruni tangga menuju ruang
keluarga.
“Belum pulang,
tumben nyari Kakaknya..” kata Perempuan parubaya sedang asyik merapikan beberapa toples di
atas meja. “Kayaknya lagi observasi, soalnya tadi minta izin sama Mama
pulangnya mungkin telat..” lanjut perempuan parubaya itu.
“Pulangnya malem
yah Ma..”
“Mama juga nggak
tahu..”
“Mana handponenya
nggak akif lagi..” kata Ayu duduk disebelah Mamanya.
“Ada yang penting
yah..”
Ayu menangguk. “Iya,
Ayu mau minta pertanggung jawaban Mbak Rena..” kata Ayu melipat kedua
tanggannya.
“Pertanggung
jawaban apa ?, kamu ini sukanya asal ngomong gitu..”
“Iya, soalnya
Mbak Rena dua hari lalu katanya mau jemput aku di sekolah tapi malah nggak
keliatan batang hidungnya. Mana pulangnyaa harus ujan-ujanan”
“Kamu ini, kan
Mbak Rena lagi ada mata kuliah tambahan jadi nggak bisa jemput kamu.” kata
Permpuan itu yang kerap kali dipanggil
Ibu Sari oleh tetangganya.
“Tapi tetap aja
Ma, Mbak Rena udah janji…” kata Ayu mecicipi beberapa jenis kue yang diletakkan
Mama nya diatas meja. “Lagian Mbak Rena mau aku minta buat beliin buku doang
sekalian tebus janjinya..” Lanjut Ayu cengengesan.
“Kamu ini, sama
kakak sendiri digituin..”
“Biarin..”
“Mentang-mentang
dimanja banget sama kakaknya”
“Yah begitulah
Ma, namaya juga kakak. Setidaknya harus ikuti setiap kemauan adeknya..” kata
Ayu tersenyum lebar.
“Kamu ini..”
kata Ibu Sari menggeleng-gelengkan kepalannya melihat tingkah anak bungsunya.
“Ma, minggu
depan aku jadi ke Yogya..”
“Semua
persiapannya udah disiapin ?.”
“Belum Ma, nah
aku butuh banget refrensi buku.”
“Yang disuruh
beli sama Mbak Rena yah ?”
“Iya Ma”
mengangguk penuh harap. “Kalo gitu, Ayu balik ke kamar dulu yah Ma mau
istirahat.” kata Ayu beranjak menaiki taangga.
Tak terdengar
sahutan dari Ibu Sari, mengerti dengan maksud anak bungsunya yang akhir ini ia
perhatikan sangat sibuk dengan berbagai tugas sekolah. Tumpukan-tumpukan kertas
dan beberapa buku kerap kali menghiasi meja belajar Ayu setiap ia membereskan
beberapa barang yang tidak terpakai di kamar putri bungsunya.
*****
Berbagai buku
tertumpuk diatas rak dihiasi oleh berbagai jenis kata motivasi, tertempel
ditiap-tiap dinding dihiasi oleh beberapa foto penulis favoritnya. Seorang foto
penulis berhasil membuatnya tertarik dalam menjelajahi dunia tulis menulis.
foto penulis yang tenar dengan judul buku “Perahu Kertas” mampu menarik
keajaiban dalam dirinya untuk menulis. disamping kanan, foto komedian juga
sebagai penulis terpajang menghiasi dinding kamarnya. Foto-foto itu menjadi
energy untuk Ayu untuk tetap bertahan meski terkadang merasa lemah dan gagal.
Namun kelak ia yakin bisa seperti mereka.
Hal favorite
ketika Ayu bisa menikmati kesendiriannya di dalam kamar, berimajinasi dan berangan-angan
seperti apa dirinya lima tahun mendatang. Apakah ia mampu meraih impiannya ?
pertanyaan dalam dirinya yang kerap kali muncul. Sayangnya ia juga tak
menemukan jawaban. Play musik dari ponselnya terkadang menjadi pilihan lain ketika
ia sedang bersantai. Lirik lagu dalam setiap bait memberikannya sebuah
ketenangan.
Pikiran Ayu
mulai mengingat beberapa hal, masih sebuah pertanyaan dalam dirinya. Yah
pikirannya mengarah pada sosok Rio, teman sekelas yang akrab dengan dirinya
baru-baru ini. Sejenak Ayu teringat dengan ucapan Rio beberapa bulan lalu saat
bersama-sama mendaki di bukit Bintang. “Keajaiban di bukit Bintang ?” seolah
memaknai perkataan Rio, Ayu perlahan mulai mengerti mungkin saja keajaiban itu antara
dirinya dengan Rio yang tanpa terduga bisa seperti ini.
“Ayu jangan
berpikir dengan penuh harap,, sadar lu itu cuman dianggap teman nggak lebih”
kata-kata dalam hati Ayu seketika menyadarkannya untuk tidak berharap begitu
kontras dengan apa yang ada di otaknya.
“Sikap Rio, perhatiannya, itu tidak lebih dari
kepeduliaanya sebagai teman..” kata-kata
itu muncul dari dalam diri Ayu, sebuah peringatan agar ia tidak begitu
berharap.
Ketukan pintu
dari luar, menyadarkan Ayu untuk segera bangkit membuka pintu. Dibukanya pintu
itu wajah Ayu penuh dengan tanda tanya. Seorang perempuan seumur dengannya
mengenakan dres berwarna biru terlihat cantik dan anggun.
“Ika ? ini lu ?”
“Iya..”
“Ngapain
malem-malem ke rumah pake pakaian kaya gitu ?”
“Lu mah
kebiasaan yah, harusnya tamu itu di suruh masuk dulu..”
“Yaudah masuk
..” kata Ayu berjalan menuju kursi di sebelah tempat tidurnya. “Btw lu belum
jawab pertanyaan gua, tumben kesini malem-malem ?” sambung Ayu
“Mau ajakin lu
nonton..” kata Ika melebarkan sedikit senyum
Ayu melongos
“Nonton ? gua nggak salah dengerkan..” kata Ayu dengan penuh tanda tanya. “Jangan
bilang lu mau jadiin gua obat nyamuk, trus lu ngedate dengan Hendra..”
Ika hanya
tersenyum, pertanda bahwa apa yang dikatakan Ayu itu benar.
“Ayolah Yu, kan lu teman gua yang paling baik…” kata
Ika penuh harap.
“Tolonglah kali
ini aja..” Bujuk Ika lagi.
Ayu nampak
berpikir sejenak, menimbang-nimbang tawaran Ika setidaknya itu bukanlah hal
yang buruk. Berada di dalam kamar juga membuatnya merasa bosan.
“Yaudah gua
mau..”
“Yes!”
“Tapi untuk kali
ini aja”
“Oke..”
“Awas kalo lu
ngajak gua lagi..”
“Iya, cerewat
amat sih.. buruan ganti baju”
Ayu tak
menggubris perkataan Ika dan berjalan menuju lemari yang berada di sebelah meja
belajarnya. Begitu banyak baju tersusun rapi disetiap raknya. Ayu pun mencoba
beberapa baju yang ada di dalam lemarinya.
“Bagus nggak ?”
Tanyanya di depan Ika
Ika yang melihat
penampilan Ayu dari ujung kaki hingga kepala, mengharuskannya untuk
berkomentar. Yahh temannya yang satu ini memang memiliki tren pakaian sendiri.
Simple dan unik tapi terlihat kuno.
“Menurut lo gue
setuju ?” jawab Ika ketika puas memperhatikan Ayu dari atas hingga ke bawah.
“Pastinya lu
harus setuju..”
“Nggak, ganti.
emang nggak punya baju lain apa ?” kata Ika komplein “ lu pake rok kek atau apa
yang jelas bukan jeans”
“Hello emang
kita mau ke kondangan cuman nonton doang kali.” kata Ayu. “Gua nggak punya baju
kayak gitu, lu kan tahu gua nggak suka pake baju gituan.”
“Ya ampun Ayu,
lu tuh kebangetan banget yah..”
“Emang…”
“Biar gua yang
cariin deh, minggir” kata Ika mengacak-acak beberapa baju yang ada di lemari
Ayu.
“Nihh ketemu..”
“Lu serius mau
nyuruh gua pake baju yang ini ?”
“Iya, ada yang
salah ?”
“Ya ampun, masa
gua di suruh pake Dress sih..” keluh Ayu.
“Udah deh, nggak
usah ngeluh. Buruan ganti…”
Tanpa berkata
lagi Ayu bangkit dan menuruti perkataan Sahabatnya yang terkadang membuatnya
harus beradu mulut dalam hal pakaian.
Beberapa menit
kemudian mata Ika tak berhenti berkedip melihat seseorang di depannya begitu
anggun dengan Dress berwarna merah sesuai
dengan postur tubuhnya yang ideal tapi tetap natural dengan rambut terurai.
“Kenapa ? udah
puas liat gua kayak gini..” kata Ayu sebal
Ika
mengusap-usap kedua matanya. “Sumpah, lu cantik banget Yu,” melihat Ayu dari
ujung rambut hingga ujung kaki. “Gua sampe pangling liat lu.”
“Biasa aja, gua
malah risih tau..”
“Karena lu nggak
biasa, padahal lu cantik banget kalo pakai pakaian kaya gitu.”
“Udah deh, nggak
usah berlebihan. Jadi berangkat nggak..”
“Jadi
dong..Yukk”
*****
“Lu yakin
janjian sama Hendra nonton disini ?” Tanya Ayu gelisah setelah hampir lima
belas menit menunggu di depan loket.
“Iya, dia tadi
BBm gua tempatnya. Tapi kok belum nongol yahh..”
“Lu telephone
deh..”
“Okk, tunggu
yah..”
Ika beberapa
kali menekan tombol call tapi tak ada jawaban, ia mencoba dan akhirnya
diangkat.
“Sekarang dimana
? aku udah ada di depan loket nihh.” Tanya Ika dari seberang telephone
“Dibelakang
kamu..” jawab Hendra.
Ika heran
mendengar jawaban Hendra kemudian berbalik kearah belakang ternyata benar
Hendra berada disana dan berdiri bersama sahabatnya.
“Ayu, lu kok
nggak manggil sih…” kata Ika nampak salah tingkah
“Yahh kan lu
lagi nelpon nggak sopan tahu…”
“Ohh iya, Maaf
yah telat udah buat kalian nunggu.” kata
Hendra memotong pembicaraan Ika dan Ayu.
“Iya gak
apa-apa..” sambar Ayu.
“Yaudah masuk
yuk, udah pesan tiket kan...” kata Hendra
“Udah dong, udah
gua pesanin. Ini…” kata Ayu sambil menyodorkan dua tiket yang sedang ia pegang.
“Loh kok cuman
dua Ayu, gua kan tadi minta tiga..”
“Yahh gua lagi
malas nonton nih, lu nikmatin ajalah lagian gua nggak mau ganggu orang yang
lagi dimabuk cinta..” kata Ayu menggoda sahabatnya.
“Masa gitu sihh,
kita malah seneng kalo lu juga nonton. Iya kan Ndra..? kata Ika melirik Hendra
yang berdiri disampingnya.
“Iya..kita
seneng kok.”
“Nggak deh,
lagian gua mau cari-cari buku juga. Gua pergi dulu yah..” kata Ayu berjalan
menjahui Ika dan Hendra. “Oww iya, gua hampir lupa. Lu Bbm gua aja yah kalo
udah nonton..”
“Okk sip..”
jawab Ika.
Ayu berjalan menuju
toko buku langganannya yang terletak di lantai tiga. Ia berharap bisa menemukan
beberapa buku yang bisa dijadikan refrensi dalam penulisan essainya di Yogya.
Begitu banyak
orang yang berada di toko itu hampir tak pernah luput dari pengunjung. Penyediaan
bukunya yang lengkap menjadikan toko tersebut menjadi toko favorite bagi
pengunjung yang terletak di salah satu mall di Jakarta timur.
Arahan langkah
kaki Ayu membawanya di salah satu rak buku dengan berbagai pengarang ternama
yang tercantum didalamnya. Tak salah lagi sebuah buku dengan tebal sekitar dua
ratus lembar berhasil menariknya untuk membeli buku tersebut dengan harga yang
lumayan mahal. Namun bagi Ayu, tak ada yang lebih mahal jika itu adalah sebuah
ilmu dan pengetahuan. Jadi wajarlah, setiap yang berhubungan pengetahuan ia tak
segan-segan jika harus mengeluarkan biaya yang mahal.
Selepas membeli
buku, Ayu beranjak ingin membeli beberapa minuman. Berjalan-jalan sendirian
cukup membuatnya merasakan haus hingga ia memasuki sebuah mini café dengan
nuansa klasik dihiasi dengan warna coklat. Tempat itu seakan sudah menyatu
dengan jiwa Ayu, bukan masalah tentang kenangan di tempat itu melainkan tentang
kebiasaan Ayu yang tak pernah absen mengunjungi tempat itu.
“Boleh duduk
disini ?” kata seorang laki-laki yang berdiri di hadapan Ayu.
Ayu mengangkat
kepala mengarahkan pandangannya kepada orang yang berada dihadapannya dengan
menorehkan sedikit senyum.
“Oww iya
silahkan..” jawab Ayu.
Laki-laki itu
kemudian duduk dengan senyum yang mengembang di pipinya yang ternyata adalah
Rio.
“Suka nongkrong
disini juga yah ?” Tanya Rio ketika hendak melihat-lihat buku menu yang
terletak di meja
“Iya, ini tempat
favorite gua nongkrong.”
“Oww gitu”
“Lu sendiri
tumben kesini..”
“Nggak kebetulan
lewat aja,trus liat kedalam ada lu. Jadi gua masuk..”
“Apa hubungannya
dengan gua ?” Tanya Ayu heran mendengar ucapan Rio barusan.
“Yah gua lihat
lu sendiri, nggak baik kan liat temen nongkrong sendiri kaya nyamuk ditinggal
temen-temennya.” kata Rio tersenyum puas
“Mulai dehh. Gua
nggak sendiri kok..”
“Terus lu bareng
siapa ?” Tanya Rio “Disini kayaknya nggak ada oang kecuali gua sama lu,
selebihnya pengunjung yang nggak dikenal”
“Gua bareng Ika
sama Hendra, tapi mereka berdua lagi nonton..” jawab Ayu tanpa sadar. “Upss,,
maksud gua tadi dia ngajakin gua nonton bareng tapi gua males nonton jadi gua
jalan-jalan kesini.”
“Yang bener…” kata
Rio penuh curiga
“Iyalah, menurut
lu..”
“Kalo menurut
gua ada yang lu sembunyiin..”
“Apaan sih,
emang kita lagi main petak umpet apa..”
“Gua tahu kok,
lu nggak usah bohong gitu. Ketabak tau”
“Apa sih….” kata
Ayu bingung
“Permisi, ini
minumannya..” kata pelayan hendak menaruh minuman pesanan Rio
“Iya, makasih
mbak..” jawab Rio.
Keduanya pun
saling menatap satu sama lain, hingga akhirnya pun ia sadar bahwa ini bukanlah
hal yang wajar. Terlihat suasana menggambarkan dimensi mereka berdua. Hal yang
tak pernah dipikirkan Ayu sebelumnya tentang Rio.
“Lu kenapa ?”
Tanya Rio berusaha mengalihkan matanya, seketika takjub melihat perempuan yang
berada di depannya.
“Nggak
kenapa-kenapa, gua duluan yah..”
“Lohh,
pesanannya baru aja datang..”
“Nikmatin aja,
ada keperluan soalnya.” kata Ayu dengan
senyum yang mengembang di pipinya.
******
Deringan ponsel
Ayu terdengar dari dalam tas, ia kemudian menghentikan langkahnya diantara
hiruk-pikuk keramaian di sekelilingnya. Terdengar teriakan para sales promotion
girl menawarkan berbagai jenis produk hingga memadati tempat yang menyediakan
diskon besar-besaran.
Ayu pun mengangkat
handphonenya. “Hallo, iya.”
“Lu sekarang
dimana ?” kata Ika dari arah seberang. “Kok kedengaran bising banget, suara lu
putus-putus nih.”
“Gua ada di
lantai bawah, emang udah mau balik yah..”
“Iya, tunggu gua
yah..”
“Kayaknya gua
balik sendiri yah, soalnya gua udah ada di luar nih dekat parkiran.”
“Masa lu pulang
sendiri kan gua yang ajakin kesini.”
“Nggak apa-apa.
Oh iya pulangnya diantar Hendra aja.”
kata Ayu kemudian memutuskan untuk mengakhiri panggilan Ika.
******