Dua minggu kemudian….
Paparan sinar
matahari menggerakkan tubuh Ayu untuk bangkit dan memulai hari pertama sekolah
disemester pertama kelas XII. Semangat baru terpancar dari raut wajahnya.
Pikirannya terfokus pada wajah-wajah temannya, begitu konyol, kompak dan paling
bisa membuatnya tersenyum. Apalagi Iyan, mengingat namanya saja sudah
terbayangkan di otak Ayu. selagi Ayu masih sempat bertemu dengan temannya tidak ada hal yang paling
menyenangkan selain itu semua. Libur panjang cukup membuatnya bosan menjalani
aktifitas sendiri dan menghabiskan waktu di rumah, mengingat Iyan menikmati
liburannya di luar kota kian menambah kesepian di masa-masa libur sekolah
sedangkan Ika bagaikan hilang ditelan bumi dan mungkin lagi menikmati
liburannya bersama Hendra secara mereka tetanggaan.
“Ayu udah siap,
mau Mbak antar ke Sekolah ?” kata Mbak Rena tiba-tiba muncul dan membuka pintu
kamar Ayu.
Ayu menoleh
kearah Pintu.“Oww, Nggak usah Mbak aku sendiri aja.” Kata Ayu merapikan
dasinya. “Bukannya Mbak ada kuliah pagi nanti telat keburu macet. Lagian aku
belum selesai.”
“Oww gitu, trus
kamu mau naik apa ?”
“Hmm tenag aja Mbak, aku naik Roket kok jadi
cepat nyampenya..” kata Ayu cengengesan.
Mbak Rena tampak
mati kutu melihat adik satu-satunya mulai bertingkah Aneh dan memulai
menerapkan dunia khayalnya. “Ya.. ampun Ayu, baru pagi udah datang tuh penyakit.
kalo gitu Mbak duluan yah nanti nuler..” kata Mbak Rena sembari menutup pintu
kamar Ayu.
Sekitar lima
menit Ayu pun selesai dan bersiap untuk berangkat, tiba-tiba terdengar deringan
dari arah sakunya. Nampaknya Panggilan masuk Iyan sedari tadi menghubunginya,
sekitaran dua puluh panggilan tidak dijawabnya dan semuanya merupakan panggilan
masuk Iyan.
“Iya ada apa ?” kata
Ayu sebal
“Lu sakit atau
ngambek sama gua sih ? gitu amat” Tanya
Iyan heran.
“Pikir aja
sendiri, baru inget sama gua, baru kasih kabar. Beberapa hari lalu kemana aja.
Oww apa lu baru inget sama temen lu..”
kata Ayu dengan suara agak meninggi.
“Yaahh Maaflah,
nggak sempet ngasih tau lu.. maafin yah.”
“gua pikir-pikir
dulu..” kata Ayu kemudian memutuskan Telepone.
“Hmm kebiasaan
tuh anak kalo ngambek pasti kaya gini. Mana susah banget dibujuknya, perlu
jurus seribu bayangan kaya naruto biar balik lagi normal” kata Iyan menghela
napas panjang.
****
“Ayu, tunggu..”
teriak seseorang dari belakang.
“Pasti nih
Iyan.. Hmm menyebalkan” kata Ayu dalam hati
tak mengehentikan langkahnya dan terus berjalan.
“Ayu…” teriakan
seseorang itu masih terdengar hingga menarik pundak Ayu.
“Ada apa sih
Iyan, gua nggak mau bicara sama lu.” kata Ayu menoleh kearah belakang dengan
raut muka memerah
“Iyan ? lu nggak
salah liat.. gua Rio” kata Rio heran
“Oww lu, gua
kira Iyan..”
“Lu ada masalah
yah sama Iyan ?”
“Hmm nggak, gua
duluan yah..” kata Ayu singkat berlalu meninggalkan Rio.
“Aneh gak kayak
biasanya..” kata Rio dalam hati, berjalan menuju ruang seni.
Di jalan Rio bertemu
beberpa adik kelas yang memanggilnya dengan sebutan “Pangeran Lukis” tak
sedikitpun dipedulikan, banyak dari mereka menganggap Rio sebagai kakak kelas
yang keren tapi cuek. Menyapanya saja belum tentu dibalas apalagi hanya sebuah
sorakan atau tatapan mata saja sudah pasti tak dihiraukan. Namun bagi mereka
Rio merupakan kakak kelas yang patut untuk dikagumi, bukan hanya soal
akademiknya tapi ketampanannya sepadan dengan prestasi dimilikinya.
Bagi Rio semua
yang dimilikinya bukan malah membuatnya sombong, namun itulah dia. Sosok cuek terhadap
orang yang tak dikenalnya walaupun nggak
dikatakan egois. Rio tak menyalahkan keadaannya sekarang, begitu banyak orang
yang mengagumi hampir sebagian dari mereka membuat Rio risih. Sebenarnya Rio
tak mengharapkan itu semua. Sebuah senyuman manis setiap dirinya lewat dan
merasa diistimewakan. padahal yang dia inginkan perlakuan biasa seprti temannya
yang lain. Mungkin itu salah satu alasan mengapa dirinya begitu cuek dengan
semua perlakuan istimewa yang diberikannya. Tidak salah orang menyebutnya
seperti itu, tapi untuk orang yang akrab
dengan Rio menganggapnya tak seperti orang banyak. Di balik itu semua, dia
orang yang asyik diajak berbincang-bincang tapi sikapnya suka berubah-ubah
kepada setiap orang.
“Pangeran Lukis
liat Ayu nggak ?” kata Iyan tiba-tiba muncul di sebelah kanan Rio menirukan
tingkah laku penggemar labil Rio, siapa lagi kalo bukan adik-adik kelas mereka.
Rio menoleh. “Lu
Iyan gua kirain siapa..” kata Rio sedikit kaget. “Tadi gua liat sih malahan
sempat ngobrol. Lu ada masalah yah sama dia ?”
“Yahh biasalah,
lagi ngambek soalnya liburan kemarin gua
nggak ngasih tau kalo gua lagi di Yogya. Apalagi mungkin dia ngerasa sendiri,
baru kali ini gua liburan gak barengan, makanya kayak gitu.” kata Iyan sambil
melangkah kecil.
“Pantesan tuh
anak mukanya kaya monster. Tapi kalo gua jadi dia sih mungkin lebih ganas yah..”
kata Rio mengikuti langkah kaki Iyan.
“Mungkin, kan lu
Pangeran Lukis. Orannya nggak susah ditebak, kadang cuek bahkan kadang keliatan sok akrab gitu.” kata Iyan
memulai pembicaraan sedikit konyol
Rio tertawa.
“Hahah, lu bisa aja..” kata Rio melirik kearah Iyan. “Emang gua kayak gitu
orangnya ?”
Iyan ikut
tertawa. “Emang lu baru nyadar..” kata Iyan berlari meninggalkan Rio menuju
kelas. “Dasar.. Pangeran Lukis..”
“Awas yah lu
Iyan ngatain gua…” kata Rio menyusul Iyan yang berlari meninggalkannya.
****
Jam pelajaran
telah di mulai, semua siswa nampak mengelurkan seluruh kelengkapan belajarnya
seperti alat tulis dan sebagainya. Ayu nampak mengeluarkan beberapa buku dan
selembar kertas. Diambilnya selembar kertas itu lalu ditulisnya beberapa kata
“Cinta Kolom Meja” Inspirasi judul untuk Naskah Novelnya yang akan dikirim ke
penerbit. Jam pelajaran Sejarah yang di bawakan oleh Ibu Rika tak sedikit
pun diperhatikanya, Ayu lebih memilih untuk meyusun rangkaian bab dalam
novelnya. Entah mengapa hari itu konsentrasinya untuk belajar Sejarah tidak
memenuhi standar moodnya seperti biasa. Mengingat pelajaran Sejarah merupakan
pelajaran favoritenya.
Dua jam telah
berlalu, jam pelajaran Ibu Desi diakhiri dengan memberikan beberapa pekerjaan
Rumah kian menambah kehebohan dalam kelas. tugas yang diberikan tak seperti
biasanya, tugas kelompok menjadi metode baru
diterapkan untuk anak kelas tiga. Hal buruk bagi sebagian anak kelas
tiga, sebuah metode jebakan yang mengandalkan kerja tim namun pada akhirnya
hanya mengandalkan satu pihak saja dalam menyusun sebuah bahan untuk
presentasi.
“Ok, kalo begitu
Ibu tinhggal, tugasnya bisa dikumpul minggu depan.” kata Ibu Rika lalu bergegas
meninggalkan ruangan kelas.
“Ehh Ayu ..”
terdengar suara dari arah belakang bangku Ayu, tak sedikitpun membuat Ayu menoleh
ke belakang hingga sebuah dentingan pulpen mengarah ke kepalanya.
Ayu akhirnya
menoleh.“Sakit tau, ada apa sih..” kata Ayu dengan raut wajah sedikit kesal
karena konsentrasinya untuk menulis menjadi buyar.
“Lu sih dari
tadi dipanggil nggak nengok, makanya gua pake metode baru buat panggil lu..”
kata Ika cengengesan
“Sudah ceritanya
?” kata Ayu datar tanpa ekspresi
“Lu kenapa sih ? lu marah sama gua.” kata Ika heran.
“atau mungkin lu masih kesal soal omongan gua ditelepone” sambung Ika
Ayu tanpa
ekspresi tak menjawab perkataan sahabatnya, hanya memperbaiki posisi duduknya
seperti semula dan mengarahkan pandangannya pada lembaran kertas yang berada
diatas meja. Diambilnya kertas itu lalu bergegas pergi meninggalkan ruangan
kelas, tanpa menegok kearah Ika.
Jam pelajaran
kosong cukup membuat Ayu merasa lega, setidaknya ia bisa ke perpustakaan untuk lebih
konsentrasi dalam pembuatan outline novelnya. Hari dimana moodnya cukup baik
untuk menulis namun berbanding terbalik dengan moodnya untuk bergabung bersama
Ika, Iyan dan yang lain.
****
Mata Ayu mulai tertuju pada salah satu ruangan
yang lumayan luas dengan deretan buku. Terlihat dari ujung kanan hingga ujung
kiri deretan buku tertata rapi dalam satu rak. Setiap raknya berisi berbagai
jenis buku baik fiksi maupun nonfiksi tersusun berdasarkan tahunnya. Nampak
begitu sunyi mengingat jam pelajaran berlangsung dan hanya sebagian siswa berada
diantara bangku panjang yang terdapat disamping kanan rak buku.
Diletakkannya
lembaran kertas yang ditulisnya, menambah inspirasi Ayu untuk mengambil
beberapa buku di rak sastra berisi tentang berbagai macam kaidah penulisan
dalam bahasa Indonesia. Tak lupa novel favoritenya juga ada diantara buku yang
terletak diantara lembaran kertas di atas meja. Setiap bab dalam ceritanya
terselipkan beberapa pengalaman pribadinya, saat dimana ia merasa sedih maupun
senang.
Dua jam telah
berlalu, setidaknya ia masih tetap fokus. Tak ada kata lelah dan letih untuk
sebuah impian yang sedari dulu diimpikan dan tak ada kata menyerah untuk setiap
tantangan yang menghadang. Bagi Ayu sebuah impian tak hanya diimpikan tapi
diwujudkan.
Saat mengambil
buku selanjutnya, Ayu nampak bingung. Buku yang dilihatnya sebelum libur
semester masih ada. Sebuah buku sederhana diantara deretan buku tahun 90-an
masih terpajang dan mengharuskan Ayu untuk mencarinya dari rak atas hingga rak
bawah belum juga ia dapatkan.
“Lu cari ini ?”
terdengar suara diantara sela-sela buku, menyodorkan buku yang nampak usang
masih berbalutkan plastic pada halaman depan.
Ayu nampak
heran. “Lohh kok…” mengambil buku yang disodorkan Rio. “Lu juga baca ini ?”
Rio tersenyum.
“Yahh begitulah, buku Badai Pasti Berlalu karya Marga.T yang diterbitkan tahun
90-an. Menceritakan kisah cinta segitiga bernuansa romantic dan diperankan oleh
Leo, Siska, dan Helmi. Sempat diangkat menjadi film layar lebar juga
memenangkan berbagai ajang penghargaan, seperti festival film Indonesia dan
piala Citra. Iya kan ?” kata Rio panjang lebar
Ayu terkesan
mendengar penjelasan Rio barusan. Ia tak menduga bahwa Rio akan tahu tentang
itu., terlebih yang ia tahu Rio menyukai dunia seni bukan dunia sastra. tapi
setelah ia pikir-pikir juga ada kaitannya. Dunia perfilman menyangkut dunia
seni. Namun tetap saja aneh bagi Ayu.
“Ha’ iya, lu kok
bisa tahu.. ?”
“Iya taulah, gua
suka sama ceritanya. Meskipun ceritanya sedikit dewasa. Selain itu gua juga kagum
sama Marga.T sosok yang menginspirasi para penulis untuk mengikuti jejaknya.” kata Rio dengan
asyik bercerita.
“Jangan bilang
lu juga udah baca buku marga.T yang berjudul Matahari Tengah Malam ?”
“Kalo iya kenapa
? ceritanya menarik seperti judulnya Matahari tengah Malam atau biasa disebut
Midnight sun, ternyata merupakan fenomena yang benar terjadi pada musim panas
di daerah kutub utara. Seperti yang terjadi di Norwegia dalam buku itu
dijelaskan bukan!
“Oww lu kok
banyak tahu soal itu, aneh tau seorang Rio yang dikenal sebagai Pangeran lukis
oleh adik kelas ternyata juga tahu tentang dunia sastra.”
“Mulai lagi,
emang ada yang salah ? nggak kan?” kata Rio duduk persis dihadapan Ayu.
“Salah sih
nggak, cuman aneh aja.” kata Ayu mengangkat bahu. “Mungkin yang berbau tentang
lu semuanya aneh yah. Entah itu sikap lu, kadang cuek kadang sok akrab gitu.
Bahkan bahan bacaan lu tahun 90-an yang mungkin bagi orang lain terkesan kuno.”
Sambung Ayu.
“Tapi gua rasa
hidup gua nggak aneh, biasa aja sama kayak lu.” kata Rio mengarahkan
pandangannya kearah Ayu. “Justru yang gua rasa aneh itu lu Ayu.” Sambung Rio
“Kok gua sih, lu
tuh yang aneh..”
“Lu tuh beda
dari cewek kebanyakan, bedahnya yah jauh banget. Kalo setau gua sih cewek
seumuran lu biasanya suka dunia fashion entah itu suka baca majalah atau
apalah, bukan buku tahun 90-an.”
“Ahh lu biasa
aja. Yahh masih ada yang jauh lebih penting kali buat dibaca ketimbang harus
bolak-balikin setiap halaman majalah gak jelas trus ngomong gua pesan ini yah,
kayaknya keren deh. Cocok buat gua. Kan nggak banget…” kata Ayu membela diri
Rio tertawa.
“Haha lu jago juga yah ngelawak plus ngeles, bilang aja kalo lu nggak punya majalah
cewek.” kata Rio asal ngomong. “Ehh gua hampir lupa, lu kapan ada waktu luang.
“Ihhh lu
ngeselin banget sih” kata Ayu memanyunkan bibirnya. “ gua nggak ada waktu, lagi
sibuk banget. Kenapa ?”
“Sorry bercanda
kok, jadi kapan dong bisa kerja bareng soalnya minggu depan udah mau di kumpul
nih..”
“Kumpul apaan ?
kerja bareng ? apaan sih, gua nggak ngerti”
“Astaga Ayu lu
nggak denger yah Bu Desi nyerocos apaan tadi di kelas..” kata Rio menepuk
dahinya
“Denger, dia
beri kita tugas laporankan.. Ehh tapi tunggu dulu, maksud lu kita satu kelompok
?”
“Iya bareng Ika
juga Iyan”
“Oww sama dua
makhluk astral itu..” kata Ayu dengan malas
“Jadi kapan
bisanya ?” kata Rio memastikan meskipun Rio bisa menangkap katidaksukaan Ayu
satu kelompok dengan Ika dan Iyan.
“Terserah lu aja
deh..” kata Ayu merapikan bukunya dan berlalu meninggalkan Rio
****
Sepulang sekolah
Ayu langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, akhir-akhir ini ia
terlalu sibuk mengerjakan naskahnya sampe-sampe hubungannya dengan Iyan dan Ika
tak begitu bersahaja apalagi minggu ini moodnya kacau, mungkin pengaruh bawaan
bulanan.
Pukul empat sore
terdengar bunyi ponsel Ayu, ternyata sebuah Messeage dari Rio yang menyuruhnya
ke taman belakang sekolah. Ayu segera bangkit dari tempat tidur dan bergegas
untuk kesana. Melihat pesan dari Rio
nampaknya begitu penting dan menyuruhnya secepat mungkin untuk kesaana
Sesampainya
disana Ayu merasa aneh, tak ada seorang pun disana. Apa Rio sedang tidak
bercanda menyuruhnya kesini, namun Rio bukan tipe orang seperti itu. Dia lebih
tepatnya orang yang nggak suka ngerjain orang bahkan nggak pernah meskipun cukup
menyebalkan dan cuek.
“Apa sih nih
maksud Rio, suruh gua kesini trus dianya nggak ada, bahkan nggak ada seorang
pun disini. awas aja kalo dia ngerjain gua..” kata Ayu setengah ngedumel
“Ehh lu udah
datang.” kata Rio tiba-tiba muncul
“Emangnya lu
ngapain nyuruh gua kesini ?”
“Hmm, Apaa
yahh….”
Tiba-tiba dari
arah belakang terlihat dua orang menghapiri mereka berdua membawa sebuah kue
lebih tepatnya cup cake yang diatasnya bertuliskan kata “Maaf” membuat Ayu
merasa heran melihat kedua orang itu, ternyata itu Iyan dan Ika. Seketika Ayu
merasa bersalah melihat keduanya dan merasa terharu, segitu berharga dirinya
untuk kedua orang itu. Sampai-sampai demi baikan saja mereka berdua harus
melakukan hal itu.
“Maafin gua yah
Ayu, nggak ngasih tahu lu…” kata Iyan.
“Gua juga Ayu,
buat lu badmood banget hari ini..” Sambung Ika
Tanpa menjawab
sepatah katah pun, Ayu langsung memeluk kedua sahabatnya itu. Rio yang melihat
semuanya juga merasa bahagia begitu berharganya pertemanan mereka, dan dirinya
baru sadar ternyata mungkin inilah yang dinamakan Arti sebuah pertemanan. Jujur
saja melihat mereka bertiga membuat Rio ikut merasa senang.
“Maafin gua juga
yah, terlalu egois banget. Lu memang adalah teman paling berharga yang gua
milikin.” kata Ayu masih memeluk kedua sahabatnya itu.
“Iya Ayu, kita
berdua sayang lu kok.” kata Ika
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar