Senin, 04 Januari 2016

Curhat Tak Berujung (6)


Jam istirahat Ayu banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama Iyan juga Ika di halaman depan kelasnya, tidak ada  hal menarik dalam pembicaraan mereka. Hanya sebuah candaan kecil dihiasi dengan tawa Iyan yang unik.
“Bukan gitu Iyan, tapi kayak gini..” kata Ika menambahkan, bangkit dari duduknya. Memperagakan aksi pak Tono dengan logak jawanya..
“Haha.. Asli mirip banget, medoknya itu loh..” kata Iyan tertawa lepas.
“Lu berdua emang hobi banget yah,, itu namanya punya ciri khas” kata Ayu . “Lagian Pak Tono baik kok, meski kadang-kadang kaya gitu. Hehe” Tambahnya.
“Iya juga sih..” kata Ika sependapat dengan Ayu.
Dari arah jauh terlihat seseorang menghampiri mereka bertiga, berjalan setenang mungkin namun tanmpak gugup. Sebisa mungkin untuk menghilangkan rasa takutnya.
“Perr..misi Kak” sedikit terbata-bata. “Mau nanya Kak Rio nya ada di dalam nggak kak ?” kata perempuan tinggi itu, persis dihadapan Ayu, Iyan dan juga Ika.
Terlihat kegugupan perempuan itu ketika harus bertatap muka dengan seniornya.
“Oww fans Rio toh, lagi di ruang seni kali..” sambar Iyan asal
“Lagi nggak ada dikelas dek, mungkin aja ke ruang seni” tambah Ayu
“Gitu yah kak, maaf menganggu.”
“It’s okay, Santai ajalah..” kata Iyan tersenyum lebar
Dengan cepat gadis cantik dengan tampan lugu itu segera berlalu meninggalkan Iyan, Ika dan Ayu.  Suasana kembali dipenuhi gelak tawa.
****
Entah mengapa mata Rio tak henti-hentinya menatap lukisan yang terpajang di sudut ruangan cukup luas itu. Lukisan dibuatnya dua tahun lalu saat dirinya ingin menggelar pameran lukisan merupakan bukti tentang ketertarikannya dengan dunia lukis, satu hal Rio yakin itu bukanlah kebetulan.  Nyaris mengingat kembali kejadian kemarin sore di toko buku, hatinya dipenuhi sejuta pertanyaan yang tak bisa dijwabnya tanpa penjelasan Ayu.
“Mengapa dunia ini terlalu sempit. Terlalu sempit untuk bisa bertemu lagi dengan Rira dan terlalu sempit untuk mengenal Ayu, sosok seperti Rira” batin Rio.
Mata Rio tetap menatap lekat-lekat lukisan itu, suara seseorang didekatnya pun tidak digubrisnya.
“Kenapa Rio ? kok melamun” kata perempuan itu dengan lembut, menyadarkan Rio dari lamunannya.
“Ahh, lagi lihat-lihat saja Bu..” kata Rio terbata-bata
“Oww, berhubung kamu disini kebetulan sekali ada event baru yang diselenggarakan  beberapa Universitas ternama di Yogya. Hadiahnya lumayan. Kamu mau ikut ?” menyodorkan beberapa lembaran kertas berisi persyaratan dan formulir pendaftaran. “Kalo pengen ikut segera balikin ke Ibu yah..”
“Iya Bu..” kata Rio singkat
“Tapi Ibu bisa minta tolong, jangan lupa beritahu Ayu kalo eventnya diadakan dua minggu lagi..”
“Ayu ?, dia juga ikut ?” Rio nampak heran mendengar nama itu, baru kali ini Ayu ingin mengikuti lomba semacam itu
“Iya, dia tercatat sebagai perwakilan sekolah dalam event itu.”
“Berarti saya, juga Ayu sebagai perwakilan Sekolah ? kok bisa ?”
“Kamu ini masa temen sekelas saja tidak tahu bakat temanmu. Ayu itu pintar dalam hal menulis dan merangkai  kata. Kalo begitu Ibu tinggal dulu yah..” kata Ibu Nita selaku guru Seni
Tak ada jawaban dari Rio setelah mendengar penjelasan Ibu Nita, Rio juga tak pernah berfikiran bahwa Ayu ternyata memiliki bakat terpendam yang tak pernah ia tunjukan kepada teman-temannya selama tiga tahun terakhir ini. Ketertarikannya membaca berbagai Buku sebagai penopang dalam mengembangkan bakatnya. Hampir tiga tahun sekelas dengan Ayu, Rio tak pernah menduga semuanya, sikap Ayu saat dirinya pertama kali bertemu dan duduk di kelas yang sama tidak terlihat, seakan ia mencoba menutup-nutupi kemampuan yang dimilikinya. Rio cukup beruntung saat ini ia bisa mengenal Ayu lebih dekat sebagai sosok berbeda dengan perempuan lainnya hingga akhirnya Rio bisa sedikit membuka diri terhadap orang lain setelah kenangan bersama Rira yang masih membekas.
*****
“Iyan, liat Ayu nggak ?” kata Rio ketika melihat Iyan berdiri di halaman kelas.
“Baru aja ke Perpustakaan” menunjuk kearah kanan ruang guru. “Ciee makin dekat aja lu sama sahabat gua” kata Iyan tersenyum manis.
“Apaan sih kan sama-sama temen kali,  yaudah thanks yah” berlari kecil meninggalkan Iyan
“Ehh gua hampir lupa, ada adik kelas yang nyariin lu tadi..” kata Iyan sedikit berteriak setelah Rio sudah berada cukup jauh darinya.
Rio tak menggubris sedikit pun perkataan Iyan, ia tetap berlari kecil menuju perpustakaan. Ada banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan Ayu tapi Rio tak ingin orang lain tahu. Setibanya di Perpustakaan Rio menggerakkan bola matanya kesemua sedut ruangan alhasil ia bisa menemukan sosok Ayu yang berdiri disebelah kiri meja panjang perpustakaan.
“Ayu..” dengan spontan Rio memanggil Ayu tanpa memperhatikan orang-orang disekelilingnya bahwa ternyata  ia sedang berada di perpustakaan.
“Husstttt..” kata Ayu bebralik kearah sumber suara itu dan seketika memberikan tanda peringatan kepada Rio dengan bahasa tubuhnya yang menyadarkan Rio bahwa ini perpustakaan.
Seketika mata semua orang tertuju pada mereka berdua. Ayu merasa cukup malu dengan tingkah Rio yang begitu konyol. Setiap tatapan mata di dalam ruangan itu memberikan arti yang berbeda. Seolah ada hal lain yang mereka tangkap mengenai Rio dan Ayu. Rio menyadari hal tersebut dan berusaha meminamalisir keadaan.
“Ada yang pengen gua omongin” kata Rio berbisik pelan tepat disebelah Ayu.
“Apa ?” kata Ayu singkat dan secuek mungkin
“Nggak usah banyak ngomong, nanti gua jelasin”
 Ayu hanya mengangguk.
“Kalo gitu gua tunggu lu di bawah pohon dekat parkiran sekolah, lima menit dari sekarang!..”
Ayu kembali mengangguk dan menuruti semua perkataan Rio.  Ayu nampak begitu kesal, setidaknya Rio bisa membaca keadaan bahwa ini adalah perpustakaan. Rasa malu cukup terpancar dari wajah natural tanpa polesan bedak sedikitpun. Adik kelas yang berada di ruangan itu  mulai menatap Ayu, entah kenapa tatapan itu seolah penuh dengan kecurigaan mengenai hubungannya dengan Rio yang hanya sebatas teman kelas.
“Kak..” terdengar suara yang memanggilnya ketika hendak keluar dari perpustakaaan.
“Iya..” jawab Ayu
“Teman sekelasnya kak Rio yah..
“Iya, ada apa yah dek ?”
“ Kak bisa minta tolong nggak maintain nomor handphone Kak Rio, tolong yah kak”
“Dicoba yah dek, tapi nggak janji yah.”
“Iya deh Kak, makasih yah. Jangan lupa bilang sama kak Rio katanya salam dari                Angel yah kak..”
“Iya, kalo gitu kakak duluan yah…”
****
“Lama banget..” kata Rio ketika Ayu berdiri dihadapannya.
“Iya lama ngurusin fans lu..” kata Ayu berada di dekat Rio
Rio heran mendengar perkataan Ayu barusan kemudian tertawa. “Hahaha…” sambil tersenyum  lebar kepada Ayu. “Fans  yang mana ? fans gua banyak kali..”
“Mana gua tahu, katanya minta nomor handpone lu, salam buat lu dari Angle.”
“Ohh” kata Rio singkat
“Lu cuman bilang Ohh, nggak ada niat lu apa untuk bilang salam balik kek atau apa..”
“Emang gua harus gitu ?”
“Setidaknya lu bisa care juga dengan meraka, jangan cuek gitu..” kata Ayu dengan sedikit kesal mendengar tanggapan Rio. “Lu ini sebagai contoh, seorang seniman sekolah dan siswa yang smart, tapi cara lu menghargai seseorang nol.”
“Jadi menurut lu gua seperti itu ?”
“Gua sempat berpikiran lu adalah tipe orang yang sombong dan itu benar. Sekelas selama hampir tiga tahun dan baru akrab kelas tiga membuat gua sadar bahwa lu cukup tertutup dengan orang baru apalagi gua sosok yang tak pernah terlihat sama lu saat kelas satu.
“Itu dulu, tapi gua punya alasan sendiri mengapa seperti itu bahkan gua nggak menuntut lu semua harus care dengan gua..”
“Iya, tapi bisa kan hargain setiap orang yang ingin menjalin hubungan baik dengan lu, sikap cuek lu terkadang membuat orang lain merasa sakit.”
“Sakit ? maksudnya ?”
“Gini, jika lu berada di posisi mereka trus lu punya maksud baik terhadap orang yang lu kagumi dan orang tersebut tak menghiraukan sedikit pun, juga bersikap cuek seperti apa yang lu lakuin kepada mereka. Apa yang lu rasain ?”
“biasa aja” kata Rio membohongi kata hatinya.
“Nggak nyangka jawaban lu bakal sedangkal itu. Coba hargain orang lain Rio. Lu bukan artis dan juga bukan presiden. Lu hanya seseorang yang setidaknya bisa dibanggakan oleh sekolah karena prestasimu.” kata Ayu duduk di samping Rio. “Mungkin bagi gua, iya gua bisa berubah pikiran setelah gua akrab dengan lu tapi yang lain…”
Rio tampak terdiam, banyak hal yang ingin ia ceritakan kepada perempuan yang berada di sampingnya. Rangkaian kata-kata telah tersusun rapi dalam otaknya
“Tapi pernah tidak berpikiran berada diposisi gua dengan sejuta masalah yang gua hadapin, semua itu tidak seperti penilain lu, gua punya alasan.”
“Maksudnya ?”
“Gua nggak tahu cara bersosialisasi lagi dengan orang lain bahkan gua lupa bagaimana bisa dekat lagi dengan orang lain, menjalin hubungan dengan kalian itu bukanlah hal yang mudah, kehilangan sosok Ibu cukup membuat gua kehilangan sosok inspirasi yang selalu memberikan arahan untuk menjadi anak yang peduli terhadap orang lain.”
“Jadi selama ini Ibu lu ?”
“Iya Ibu sudah meninggal, saat gua lulus SMP dan sekarang hanya tinggal sama Ayah. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga gua ketemu sosok perempuan yang bisa care lagi dengan gua seperti Ibu. Menjalani hari-hari bersama, tertawa, hingga akhirnya gua jatuh cinta dengan dia  tapi harus rela kehilangan dan itu adalah Rira”.
“Deegggg….”
Ayu cukup kaget mendengar nama itu, jantungnya seakan berhenti berdetak bahkan ia bisa mengingat persis wajah sepupunya yang telah ia kecewakan. Ayu mengingat kembali kejadian setahun lalu saat ia harus kehilangan sosok Mbak Rira.
“Jadi selama ini lu pernah berhubungan dengan Mbak Rira, gua nggak nyangka dan baru tahu sekarang..”
“Iya, gua hanya bisa cerita sama lu.”
“Kenapa harus gua ?”
“Lu adalah orang yang gua percaya..”
“Tapi apa yang lu omongin barusan gua bisa rasain, ketika harus kehilangan sosok yang kita sayangi dan itu memang sangat sulit.” Mata Ayu terus menerawang mengingat kejadian itu. “Mendengar cerita lu mengingatkan gua tentang kejadian setahun lalu saat gua harus kehilangan sosok teman sekaligus keluarga, itu adalah posisi tersulit untuk gua hingga bisa bangkit seperti sekarang..” lanjut Ayu.
“trus apa yang lu lakuin untuk bisa bangkit ?”
“Yahh gua cuma bisa bertahan, dan berharap suatu saat semuanya akan kembali seperti dulu lagi..”
“Lu benar, semua akan indah pada waktunya..”
Suasana diantara keduanya hening, pandangan mereka terpencar di setiap sudut sekolah pada halaman parkiran. Ayu menerawang dan berusaha mengingat kembali tentang kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan, sementara Rio mengarahkan pandangannya ke arah jalan raya tanpa luput dari ingatannya sosok yang pernah mengisi hidupnya.
“Ayu, lu kenal baik dengan Rira ?”  Rio angkat bicara memecah keheningan diantara mereka tanpa menengok kearah Ayu, arah pandangannya masih tertuju ke jalan raya.
Ayu mengarahkan pandangannya kepada Rio. “Iya, dia sepupu gua..” kalimat yang baru terucap dari bibir Ayu sontak membuat Rio tak percaya, mengalihkan pandangannya kepada sosok Ayu.
“Kalian berdua sepupu..”
“Iya..”
“Tapi, Rira nggak pernah cerita tentang lu ke gua..”
“Entahlah, mungin mbak Rira punya alasan sendiri”.
“Kalo gua liat sepertinya lu berdua pernah ada masalah ? kalian berdua tampak canggung ketika bertemu beberapa hari lalu..”
Ayu sejenak menunduk “Ternyata lu cukup pintar mengamati keadaan” kata Ayu menghela napas panjang. “Kita berdua memang pernah dekat layaknya seorang sahabat, kesalahpahaman yang membuat kita berdua saling menjauh..”
“Kesalahpahaman ?” kata Rio memotong pembicaraan Ayu.
“Saat itu adalah posisi tersulit gua ketika harus memilih antara pertemanan atau rasa suka yang hanya sementara. Tindakan gua terlalu labil tanpa menghiraukan perasaan orang lain.”
“Maksud lu ?”
“Saat itu, hubungan mbak Rira dan Yogi sedang ada masalah. gua berniat buat mereka berdua baik lagi, tapi sikap Yogi kepada gua membuat mbak Rira semakin kecewa. Ketika Yogi memilih gua untuk mengganti posisi mbak Rira dan gua terlalu bodoh untuk menerimanya hanya karena rasa yang hanya sementara itu..” suara Ayu tampak bergetar, pikirannya melayang pada kejadian setahun lalu.
“Gua terlalu bodoh…” lanjut Ayu dengan air yang mulai menetes dari pelipis matanya.
“Lu nggak bisa terus-terus nyalahin keadaan. Gua yakin lu nggak pernah sedikit pun punya niat buat nyakitin orang lain, gua cukup mengenal lu meskipun gua baru akrab dengan lu..” kata Rio tanpa sengaja menepuk pundak Ayu.
“Tapi apa yang gua lakuin itu bukanlah hal benar..”
“Tapi lu cukup belajar dari hal itu dan berhenti untuk menyalahkan diri sendiri. Toh sekarang hubungan kalian berdua sudah membaik…”
“Tapi Rio..”
“Tapi apa ? bukannya calon penulis bebas harus tahan banting dan terus menatap ke depan..” kata Rio berusaha menorehkan senyum diwajah Ayu.
“Apalagi dua minggu kedepan ada yang lagi ke Yogya..” lanjut Rio melirik kearah Ayu.
“Apaan sih, lu kok tahu ?”
“Iya taulah secara kita barengan berangkatnya dan lu harusnya beruntung bisa sama gua orang paling teristimewa di sekolah ini..”
“Idihh, PD banget ngomongnya..” terlintas senyum yang mengenmbang dari wajahnya.
“Emang”
“Aneh, gua nggak nyangka dibalik sisi loh yang cuek itu, lu juga bisa bercanda..” kata Ayu tertawa puas.
“Gua juga nggak nyangka dibalik sisi lu yang polos ternyata pernah terperangkap dalam masa lalu..”  kata Rio tersenyum puas, berhasil membuat Ayu tak bisa berkata-kata.


*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar