Senin, 04 Januari 2016

Ingatan (7)


“Mama, Mbak Rena mana yah ..?” terdengar suara yang begitu khas menuruni tangga menuju ruang keluarga.
“Belum pulang, tumben nyari Kakaknya..” kata Perempuan parubaya  sedang asyik merapikan beberapa toples di atas meja. “Kayaknya lagi observasi, soalnya tadi minta izin sama Mama pulangnya mungkin telat..” lanjut perempuan parubaya itu.
“Pulangnya malem yah Ma..”
“Mama juga nggak tahu..”
“Mana handponenya nggak akif lagi..” kata Ayu duduk disebelah Mamanya.
“Ada yang penting yah..”
Ayu menangguk. “Iya, Ayu mau minta pertanggung jawaban Mbak Rena..” kata Ayu melipat kedua tanggannya.
“Pertanggung jawaban apa ?, kamu ini sukanya asal ngomong gitu..”
“Iya, soalnya Mbak Rena dua hari lalu katanya mau jemput aku di sekolah tapi malah nggak keliatan batang hidungnya. Mana pulangnyaa harus ujan-ujanan”
“Kamu ini, kan Mbak Rena lagi ada mata kuliah tambahan jadi nggak bisa jemput kamu.” kata Permpuan itu  yang kerap kali dipanggil Ibu Sari oleh tetangganya.  
“Tapi tetap aja Ma, Mbak Rena udah janji…” kata Ayu mecicipi beberapa jenis kue yang diletakkan Mama nya diatas meja. “Lagian Mbak Rena mau aku minta buat beliin buku doang sekalian tebus janjinya..” Lanjut Ayu cengengesan.
“Kamu ini, sama kakak sendiri digituin..”
“Biarin..”
“Mentang-mentang dimanja banget sama kakaknya”
“Yah begitulah Ma, namaya juga kakak. Setidaknya harus ikuti setiap kemauan adeknya..” kata Ayu tersenyum lebar. 
“Kamu ini..” kata Ibu Sari menggeleng-gelengkan kepalannya melihat tingkah anak bungsunya.
“Ma, minggu depan aku jadi ke Yogya..”
“Semua persiapannya udah disiapin ?.”
“Belum Ma, nah aku butuh banget refrensi buku.”
“Yang disuruh beli sama Mbak Rena yah ?”
“Iya Ma” mengangguk penuh harap. “Kalo gitu, Ayu balik ke kamar dulu yah Ma mau istirahat.” kata Ayu beranjak menaiki taangga.
Tak terdengar sahutan dari Ibu Sari, mengerti dengan maksud anak bungsunya yang akhir ini ia perhatikan sangat sibuk dengan berbagai tugas sekolah. Tumpukan-tumpukan kertas dan beberapa buku kerap kali menghiasi meja belajar Ayu setiap ia membereskan beberapa barang yang tidak terpakai di kamar putri bungsunya.

*****
Berbagai buku tertumpuk diatas rak dihiasi oleh berbagai jenis kata motivasi, tertempel ditiap-tiap dinding dihiasi oleh beberapa foto penulis favoritnya. Seorang foto penulis berhasil membuatnya tertarik dalam menjelajahi dunia tulis menulis. foto penulis yang tenar dengan judul buku “Perahu Kertas” mampu menarik keajaiban dalam dirinya untuk menulis. disamping kanan, foto komedian juga sebagai penulis terpajang menghiasi dinding kamarnya. Foto-foto itu menjadi energy untuk Ayu untuk tetap bertahan meski terkadang merasa lemah dan gagal. Namun kelak ia yakin bisa seperti mereka.
Hal favorite ketika Ayu bisa menikmati kesendiriannya di dalam kamar, berimajinasi dan berangan-angan seperti apa dirinya lima tahun mendatang. Apakah ia mampu meraih impiannya ? pertanyaan dalam dirinya yang kerap kali muncul. Sayangnya ia juga tak menemukan jawaban. Play musik dari ponselnya terkadang menjadi pilihan lain ketika ia sedang bersantai. Lirik lagu dalam setiap bait memberikannya sebuah ketenangan.
Pikiran Ayu mulai mengingat beberapa hal, masih sebuah pertanyaan dalam dirinya. Yah pikirannya mengarah pada sosok Rio, teman sekelas yang akrab dengan dirinya baru-baru ini. Sejenak Ayu teringat dengan ucapan Rio beberapa bulan lalu saat bersama-sama mendaki di bukit Bintang. “Keajaiban di bukit Bintang ?” seolah memaknai perkataan Rio, Ayu perlahan mulai mengerti mungkin saja keajaiban itu antara dirinya dengan Rio yang tanpa terduga bisa seperti ini.
“Ayu jangan berpikir dengan penuh harap,, sadar lu itu cuman dianggap teman nggak lebih” kata-kata dalam hati Ayu seketika menyadarkannya untuk tidak berharap begitu kontras dengan apa yang ada di otaknya. 
 “Sikap Rio, perhatiannya, itu tidak lebih dari kepeduliaanya sebagai teman..”  kata-kata itu muncul dari dalam diri Ayu, sebuah peringatan agar ia tidak begitu berharap.
Ketukan pintu dari luar, menyadarkan Ayu untuk segera bangkit membuka pintu. Dibukanya pintu itu wajah Ayu penuh dengan tanda tanya. Seorang perempuan seumur dengannya mengenakan dres berwarna biru terlihat cantik dan anggun.
“Ika ? ini lu ?”
“Iya..”
“Ngapain malem-malem ke rumah pake pakaian kaya gitu ?”
“Lu mah kebiasaan yah, harusnya tamu itu di suruh masuk dulu..”
“Yaudah masuk ..” kata Ayu berjalan menuju kursi di sebelah tempat tidurnya. “Btw lu belum jawab pertanyaan gua, tumben kesini malem-malem ?” sambung Ayu
“Mau ajakin lu nonton..” kata Ika melebarkan sedikit senyum
Ayu melongos “Nonton ? gua nggak salah dengerkan..” kata Ayu dengan penuh tanda tanya. “Jangan bilang lu mau jadiin gua obat nyamuk, trus lu ngedate dengan Hendra..”
Ika hanya tersenyum, pertanda bahwa apa yang dikatakan Ayu itu benar.
“Ayolah  Yu, kan lu teman gua yang paling baik…” kata Ika penuh harap.
“Tolonglah kali ini aja..” Bujuk Ika lagi.
Ayu nampak berpikir sejenak, menimbang-nimbang tawaran Ika setidaknya itu bukanlah hal yang buruk. Berada di dalam kamar juga membuatnya merasa bosan.
“Yaudah gua mau..”
“Yes!”
“Tapi untuk kali ini aja”
“Oke..”
“Awas kalo lu ngajak gua lagi..”
“Iya, cerewat amat sih.. buruan ganti baju”
Ayu tak menggubris perkataan Ika dan berjalan menuju lemari yang berada di sebelah meja belajarnya. Begitu banyak baju tersusun rapi disetiap raknya. Ayu pun mencoba beberapa baju yang ada di dalam lemarinya.
“Bagus nggak ?” Tanyanya di depan Ika
Ika yang melihat penampilan Ayu dari ujung kaki hingga kepala, mengharuskannya untuk berkomentar. Yahh temannya yang satu ini memang memiliki tren pakaian sendiri. Simple dan unik tapi terlihat kuno.
“Menurut lo gue setuju ?” jawab Ika ketika puas memperhatikan Ayu dari atas hingga ke bawah.
“Pastinya lu harus setuju..”
“Nggak, ganti. emang nggak punya baju lain apa ?” kata Ika komplein “ lu pake rok kek atau apa yang jelas bukan jeans”
“Hello emang kita mau ke kondangan cuman nonton doang kali.” kata Ayu. “Gua nggak punya baju kayak gitu, lu kan tahu gua nggak suka pake baju gituan.”
“Ya ampun Ayu, lu tuh kebangetan banget yah..”
“Emang…”
“Biar gua yang cariin deh, minggir” kata Ika mengacak-acak beberapa baju yang ada di lemari Ayu.
“Nihh ketemu..”
“Lu serius mau nyuruh gua pake baju yang ini ?”
“Iya, ada yang salah ?”
“Ya ampun, masa gua di suruh pake Dress sih..” keluh Ayu.
“Udah deh, nggak usah ngeluh. Buruan ganti…”
Tanpa berkata lagi Ayu bangkit dan menuruti perkataan Sahabatnya yang terkadang membuatnya harus beradu mulut dalam hal pakaian.
Beberapa menit kemudian mata Ika tak berhenti berkedip melihat seseorang di depannya begitu anggun dengan  Dress berwarna merah sesuai dengan postur tubuhnya yang ideal tapi tetap natural dengan rambut terurai. 
“Kenapa ? udah puas liat gua kayak gini..” kata Ayu sebal
Ika mengusap-usap kedua matanya. “Sumpah, lu cantik banget Yu,” melihat Ayu dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Gua sampe pangling liat lu.”
“Biasa aja, gua malah risih tau..”
“Karena lu nggak biasa, padahal lu cantik banget kalo pakai pakaian kaya gitu.”
“Udah deh, nggak usah berlebihan. Jadi berangkat nggak..”
“Jadi dong..Yukk”
*****

“Lu yakin janjian sama Hendra nonton disini ?” Tanya Ayu gelisah setelah hampir lima belas menit menunggu di depan loket.
“Iya, dia tadi BBm gua tempatnya. Tapi kok belum nongol yahh..”
“Lu telephone deh..”
“Okk, tunggu yah..”
Ika beberapa kali menekan tombol call tapi tak ada jawaban, ia mencoba dan akhirnya diangkat.
“Sekarang dimana ? aku udah ada di depan loket nihh.” Tanya Ika dari seberang telephone
“Dibelakang kamu..” jawab Hendra.
Ika heran mendengar jawaban Hendra kemudian berbalik kearah belakang ternyata benar Hendra berada disana dan berdiri bersama sahabatnya.
“Ayu, lu kok nggak manggil sih…” kata Ika nampak salah tingkah
“Yahh kan lu lagi nelpon nggak sopan tahu…”
“Ohh iya, Maaf yah telat udah buat kalian nunggu.” kata  Hendra memotong pembicaraan Ika dan Ayu.
“Iya gak apa-apa..” sambar Ayu.
“Yaudah masuk yuk, udah pesan tiket kan...” kata Hendra
“Udah dong, udah gua pesanin. Ini…” kata Ayu sambil menyodorkan dua tiket yang sedang ia pegang.
“Loh kok cuman dua Ayu, gua kan tadi minta tiga..”
“Yahh gua lagi malas nonton nih, lu nikmatin ajalah lagian gua nggak mau ganggu orang yang lagi dimabuk cinta..” kata Ayu menggoda sahabatnya.
“Masa gitu sihh, kita malah seneng kalo lu juga nonton. Iya kan Ndra..? kata Ika melirik Hendra yang berdiri disampingnya.
“Iya..kita seneng kok.”
“Nggak deh, lagian gua mau cari-cari buku juga. Gua pergi dulu yah..” kata Ayu berjalan menjahui Ika dan Hendra. “Oww iya, gua hampir lupa. Lu Bbm gua aja yah kalo udah nonton..”
“Okk sip..” jawab Ika.
Ayu berjalan menuju toko buku langganannya yang terletak di lantai tiga. Ia berharap bisa menemukan beberapa buku yang bisa dijadikan refrensi dalam penulisan essainya di Yogya.
Begitu banyak orang yang berada di toko itu hampir tak pernah luput dari pengunjung. Penyediaan bukunya yang lengkap menjadikan toko tersebut menjadi toko favorite bagi pengunjung yang terletak di salah satu mall di Jakarta timur.
Arahan langkah kaki Ayu membawanya di salah satu rak buku dengan berbagai pengarang ternama yang tercantum didalamnya. Tak salah lagi sebuah buku dengan tebal sekitar dua ratus lembar berhasil menariknya untuk membeli buku tersebut dengan harga yang lumayan mahal. Namun bagi Ayu, tak ada yang lebih mahal jika itu adalah sebuah ilmu dan pengetahuan. Jadi wajarlah, setiap yang berhubungan pengetahuan ia tak segan-segan jika harus mengeluarkan biaya yang mahal.
Selepas membeli buku, Ayu beranjak ingin membeli beberapa minuman. Berjalan-jalan sendirian cukup membuatnya merasakan haus hingga ia memasuki sebuah mini café dengan nuansa klasik dihiasi dengan warna coklat. Tempat itu seakan sudah menyatu dengan jiwa Ayu, bukan masalah tentang kenangan di tempat itu melainkan tentang kebiasaan Ayu yang tak pernah absen mengunjungi tempat itu.
“Boleh duduk disini ?” kata seorang laki-laki yang berdiri di hadapan Ayu.
Ayu mengangkat kepala mengarahkan pandangannya kepada orang yang berada dihadapannya dengan menorehkan sedikit senyum.
“Oww iya silahkan..” jawab Ayu.
Laki-laki itu kemudian duduk dengan senyum yang mengembang di pipinya yang ternyata adalah Rio.
“Suka nongkrong disini juga yah ?” Tanya Rio ketika hendak melihat-lihat buku menu yang terletak di meja
“Iya, ini tempat favorite gua nongkrong.”
“Oww gitu”
“Lu sendiri tumben kesini..”
“Nggak kebetulan lewat aja,trus liat kedalam ada lu. Jadi gua masuk..”
“Apa hubungannya dengan gua ?” Tanya Ayu heran mendengar ucapan Rio barusan.
“Yah gua lihat lu sendiri, nggak baik kan liat temen nongkrong sendiri kaya nyamuk ditinggal temen-temennya.” kata Rio tersenyum puas
“Mulai dehh. Gua nggak sendiri kok..”
“Terus lu bareng siapa ?” Tanya Rio “Disini kayaknya nggak ada oang kecuali gua sama lu, selebihnya pengunjung yang nggak dikenal”
“Gua bareng Ika sama Hendra, tapi mereka berdua lagi nonton..” jawab Ayu tanpa sadar. “Upss,, maksud gua tadi dia ngajakin gua nonton bareng tapi gua males nonton jadi gua jalan-jalan kesini.”
“Yang bener…” kata Rio penuh curiga
“Iyalah, menurut lu..”
“Kalo menurut gua ada yang lu sembunyiin..”
“Apaan sih, emang kita lagi main petak umpet apa..”
“Gua tahu kok, lu nggak usah bohong gitu. Ketabak tau”
“Apa sih….” kata Ayu bingung
“Permisi, ini minumannya..” kata pelayan hendak menaruh minuman pesanan Rio
“Iya, makasih mbak..” jawab Rio.
Keduanya pun saling menatap satu sama lain, hingga akhirnya pun ia sadar bahwa ini bukanlah hal yang wajar. Terlihat suasana menggambarkan dimensi mereka berdua. Hal yang tak pernah dipikirkan Ayu sebelumnya tentang Rio.
“Lu kenapa ?” Tanya Rio berusaha mengalihkan matanya, seketika takjub melihat perempuan yang berada di depannya.
“Nggak kenapa-kenapa, gua duluan yah..”
“Lohh, pesanannya baru aja datang..”
“Nikmatin aja, ada keperluan soalnya.” kata Ayu dengan  senyum yang mengembang di pipinya.
******
Deringan ponsel Ayu terdengar dari dalam tas, ia kemudian menghentikan langkahnya diantara hiruk-pikuk keramaian di sekelilingnya. Terdengar teriakan para sales promotion girl menawarkan berbagai jenis produk hingga memadati tempat yang menyediakan diskon besar-besaran.
Ayu pun mengangkat handphonenya. “Hallo, iya.”
“Lu sekarang dimana ?” kata Ika dari arah seberang. “Kok kedengaran bising banget, suara lu putus-putus nih.”
“Gua ada di lantai bawah, emang udah mau balik yah..”
“Iya, tunggu gua yah..”
“Kayaknya gua balik sendiri yah, soalnya gua udah ada di luar nih dekat parkiran.”
“Masa lu pulang sendiri kan gua yang ajakin kesini.”
“Nggak apa-apa. Oh  iya pulangnya diantar Hendra aja.” kata Ayu kemudian memutuskan untuk mengakhiri panggilan Ika.


******

1 komentar: